Dialog ini menjadi ruang diskusi lintas sektor untuk menjawab berbagai tantangan, mulai dari lemahnya karakter lulusan hingga tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana. Kebumen, yang masih menyandang status kabupaten termiskin di Jawa Tengah, menjadikan pendidikan sebagai titik tolak perubahan.
Acara ini dihadiri langsung oleh Bupati Kebumen Lilis Nuryani, Ketua PGRI Jawa Tengah sekaligus Wakil Ketua I DPD RI Dr. H. Muhdi, SH., M.Hum., Anggota Komisi E DPRD Provinsi Jateng dr. Faiz Alauddien Reza Mardhika, serta Ketua PGRI Kebumen Dr. Agus Sunaryo, M.Pd. Para kepala sekolah, pengawas, dan tenaga pendidik dari seluruh Kebumen juga turut hadir.
Dalam sambutannya, Bupati Lilis Nuryani menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tapi pembentukan karakter dan integritas. Ia mengingatkan bahwa kecerdasan intelektual tanpa akhlak adalah ancaman nyata.
“Ilmu tanpa akhlak ibarat kapal tanpa kompas. Anak-anak kita harus dibekali kejujuran, tanggung jawab, dan cinta tanah air agar siap menghadapi masa depan,” ujarnya.
Senada dengan Bupati, dr. Faiz Reza menggarisbawahi bahwa tantangan pendidikan saat ini bukan sekadar akses, tetapi kualitas dan relevansi. Ia menyampaikan fakta mencengangkan bahwa pengangguran tertinggi justru berasal dari lulusan sarjana.
“Ijazah tidak selalu mencerminkan kompetensi. Kita butuh pembelajaran yang kontekstual, yang menjawab kebutuhan zaman,” tegasnya.
Ia berharap PGRI mampu menjadi pelopor transformasi pendidikan di Kebumen, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.
Ketua PGRI Jawa Tengah Dr. H. Muhdi menekankan pentingnya memperkuat kecerdasan spiritual dalam menghadapi era Society 5.0. Menurutnya, pendidikan masa depan harus mampu menumbuhkan manusia yang tidak hanya cerdas, tapi juga beretika.
“Orang cerdas bisa saja sukses, tapi tanpa moral ia bisa menjadi ancaman. Pendidikan harus menumbuhkan keteladanan,” ucapnya.
Ia menutup dengan kisah inspiratif tentang kebangkitan Jepang usai Perang Dunia II.
“Yang ditanya Kaisar Jepang saat itu bukan jumlah pasukan, tapi jumlah guru. Karena jika masih ada guru, maka harapan itu masih hidup.”.(*)