![]() |
Peserta JKN, Kayla Aprilia Rianti (19) warga Desa Trikarso Kecamatan Sruweng.(ft ist) |
![]() |
Peserta JKN, Kayla Aprilia Rianti (19) warga Desa Trikarso Kecamatan Sruweng.(ft ist) |
“Saya masih ingat jelas saat ibu didiagnosis menderita diabetes. Awalnya tampak biasa saja, hingga suatu hari saat membersihkan halaman, kaki ibu tertusuk kayu. Luka kecil itu berubah jadi awal dari semuanya,” kenang Kayla.
Tak mengira luka tersebut akan berdampak besar, sang ibu tetap beraktivitas seperti biasa. Namun, seiring waktu, luka tak kunjung sembuh. Justru memburuk, hingga membuat sang ibu kehilangan kemampuan berdiri dan berjalan.
“Kondisinya makin memburuk. Tubuh ibu semakin lemah. Ayah akhirnya membawa ibu ke IGD rumah sakit. Dari pemeriksaan, ternyata kadar gula darah ibu sangat tinggi. Kakinya sudah membusuk dan dokter menyarankan amputasi,” ujar Kayla lirih.
Pernyataan dokter membuat keluarga panik, bukan hanya karena kondisi kritis sang ibu, tetapi juga karena bayangan biaya pengobatan yang begitu besar. Penyakit diabetes, terutama yang telah masuk tahap komplikasi, memang menuntut perawatan jangka panjang dan biaya tak sedikit.
Namun di tengah kepanikan itu, harapan datang. Petugas medis rumah sakit menginformasikan bahwa seluruh biaya operasi dan pengobatan rutin ibunda Kayla bisa dijamin oleh Program JKN. Sang ayah, seorang karyawan di perusahaan swasta di Yogyakarta, telah terdaftar sebagai peserta aktif JKN bersama keluarganya.
“Rasanya seperti diselamatkan. Kami tidak menyangka JKN bisa menanggung semua pengobatan ibu, termasuk operasi besar dan kontrol rutin. Saya bersyukur sekali,” kata Kayla haru.
Setelah operasi, sang ibu menjalani kontrol rutin di Puskesmas. Melalui JKN, ia mendapatkan pemeriksaan kadar gula, konsultasi dokter, hingga obat-obatan—semua tanpa biaya tambahan.
“Prosesnya mudah, cepat, dan semua ditanggung JKN. Tak ada biaya tersembunyi. Itu sangat membantu,” tambah Kayla.
Sayangnya, perjuangan itu berakhir saat sang ibu menghembuskan napas terakhir, tak kuat melawan komplikasi yang makin kompleks. Meski kehilangan, Kayla merasa ibunya telah mendapatkan perawatan yang layak dan hari-hari terakhir yang damai.
“Waktu itu saya merasa hancur, tapi juga bersyukur. Ibu bisa mengakhiri perjuangannya tanpa menanggung beban sakit yang lebih parah, karena penanganan medis berjalan maksimal,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Kayla menilai JKN bukan hanya program, tapi penyelamat bagi keluarga kecil seperti miliknya. Tanpa JKN, mungkin ibunya tak sempat menjalani pengobatan secara layak.
“Biaya pengobatan diabetes sangat mahal, apalagi kalau sudah komplikasi. Tapi JKN menanggung semuanya. Kami bisa fokus mendampingi ibu, bukan stres memikirkan tagihan rumah sakit,” pungkasnya.(*)