![]() |
Ribuan umat Muslim memadati Alun-Alun Pancasila Kebumen saat pelaksanaan Sholat Idul Adha 1446 H yang digelar oleh Panitia Hari Besar Islam (PHBI) Kebumen. (ft ist) |
Ibadah yang dimulai pukul 06.30 WIB ini berlangsung khidmat di bawah langit cerah, diselimuti kekhusyukan dari ribuan jamaah yang hadir.
Dalam khutbahnya, Salim Wazdy menggugah kesadaran kolektif umat akan makna kurban yang lebih luas. Ia menekankan pentingnya pendekatan ekoteologis, yang memadukan nilai-nilai spiritual dengan tanggung jawab ekologis. Menurutnya, Idul Adha bukan semata peristiwa ritual, tetapi juga momentum kontemplatif untuk menata ulang relasi manusia dengan alam.
“Pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail bukan hanya tentang ketaatan, tapi juga panggilan untuk bertindak etis dan peduli pada lingkungan sebagai bentuk ibadah,” ujarnya.
Mengutip QS. Al-Hijr: 19 dan QS. Al-A’raf: 56, Salim menegaskan bahwa bumi yang diciptakan dengan keseimbangan sempurna tidak boleh dirusak oleh tangan manusia. Kerusakan ekologis, katanya, bukan sekadar krisis lingkungan, melainkan cerminan dari krisis spiritual dan moral.
Ia mengaitkan pandangan ini dengan tafsir klasik seperti Ibnu Katsir, serta pemikiran kontemporer seperti Wahbah Az-Zuhaili, yang menafsirkan larangan kerusakan (fasād) mencakup fisik, moral, dan sosial.
Tak luput, Salim juga menyoroti etika dalam penyembelihan hewan kurban. Menurutnya, Islam sangat menjunjung tinggi kesantunan bahkan terhadap hewan, sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Ia menekankan bahwa penggunaan pisau tajam dan perlakuan yang tidak menyiksa merupakan bentuk kasih sayang yang diajarkan agama.
“Adab kita terhadap hewan mencerminkan adab kita terhadap kehidupan. Ini pelajaran ekologis yang luhur dari Nabi,” jelasnya.
Lebih jauh, Salim mengajak umat untuk mewujudkan kurban yang ramah lingkungan: menghindari sampah plastik, menjaga kebersihan lokasi penyembelihan, dan menggunakan bahan alami seperti daun pisang atau besek bambu dalam distribusi daging.
Ia mengutip pemikiran Syekh Yusuf Al-Qaradhawi dalam kitab Ri’āyat Al-Bī’ah fī Syarī‘at Al-Islām, bahwa menjaga lingkungan termasuk bagian dari lima maqāshid asy-syarī‘ah: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Maka, merawat bumi adalah bagian dari menjaga keberlangsungan hidup manusia secara menyeluruh.
“Jika Nabi Ibrahim diuji dengan menyembelih anaknya, maka kita diuji dengan menyembelih ego, nafsu konsumtif, dan gaya hidup yang mengeksploitasi alam,” ujarnya penuh makna.
Salim Wazdy menegaskan, pengorbanan Idul Adha seharusnya menjadi wujud konkret dari cinta: kepada Allah, sesama manusia, dan seluruh ciptaan-Nya.
“Rawatlah bumi ini sebagai ladang ibadah. Karena mencintai bumi, adalah bagian dari mencintai Sang Pencipta,” tutupnya.(*)