Praktisi Hukum Kebumen Menilai Sengketa Hasil Pilpres, Pihak yang Dirugikan Sebaiknya Bawa ke MK


Praktisi hukum asal Kebumen M Fandi Yusuf, S.H, M.H.(ft sk/ist)
KEBUMEN, (seputarkebumen.com)- Praktisi hukum asal Kebumen, Jawa Tengah, M. Fandi Yusuf, S.H, M. menilai adanya wacana penggunaan hak angket atau interpelasi DPR yang digulirkan Capres Ganjar Pranowo untuk merespons dugaan kecurangan dalam Pemilu 2023 adalah sesuatu yang tidak tepat.

Ketua Aliansi Advokat Indonesia sekaligus Ketua LBH Ansor Kebumen lebih lanjut menjelaskan dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 itu semestinya dibawa ke ranah hukum, bukan ke ranah politik. Ia juga mengatakan bahwa hak angket tersebut memiliki sifat yang politis.

"Kalau ada pelanggaran atau sesuatu yang dirasa tidak sesuai ketentuan terkait pemilu, ada ranah yang diberikan undang-undang kepada siapa pun yang dirugikan, untuk memperkarakan melalui jalur Bawaslu atau Gakumdu," jelas Fandi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (23/2/2024).

Fandi menilai dugaan kecurangan itu bisa dilaporkan ke penyelenggara pemilu, seperti Bawaslu atau Gakkumdu karena merupakan persoalan hukum. Seandainya penyelesaian di Bawaslu dirasa kurang memuaskan, menurutnya undang-undang juga menjamin kontestan memperkarakan ke Mahkamah Konstitusi atau MK.

"Ranahnya di situ. Jadi artinya yang angket ini, kok, ujug-ujug hak angket, ada apa?” tanyanya.

Bagi Fandi saat ini pesta demokrasi telah usai, saatnya kembali fokus ke rutinitas semula. Biarkan KPU dari pusat sampai kecamatan bekerja menghitung suara, kita patut mempercayakan ke penyelenggara pemilu.

"Dalam sebuah sistem pemilu pasti akan ada yang kalah dan menang. Contoh lah dalam Pilpres, salah satu ajang pilihan yang cukup bergengsi dan paling mendapat sorotan masyarakat. Pasti bagi pihak yang kalah akan selalu menganggap pemilu itu curang dan tidak netral. Dan dalam sistem negara demokrasi itu merupakan hal yang sangat wajar. Pihak yang kalah dalam pemilu boleh-boleh saja berpendapat demikian, asalkan tentu dapat disertai bukti-bukti dan data yang valid. Jangan asal mengklaim pemilu curang," tambahnya.

Selain itu, menurutnya, KPU sebagai penyelenggara belum mengumumkan hasil pemilu secara resmi karena proses rekapitulasi suara masih berlangsung. Sehingga, menurutnya langkah paling tepat untuk merespons dugaan kecurangan itu adalah melaporkannya kepada Bawaslu RI atau ke MK, bukan dibawa ke ranah politis. 

Sistem negara hukum di Indonesia ini sudah disediakan mekanisme bagi para pihak yang kalah dalam pemilu. Pihak yang kalah tidak perlu menggelar protes atau unjuk rasa terbuka, tidak perlu menghina, meremehkan pihak yang menang. Dan tidak perlu juga menghujat KPU sebagai pemilik hajat utama dalam pesta demokrasi yaitu pemilu. 

"Gugatan penyelesaian perselisihan hasil pemilu ke MK dengan disertai bukti-bukti dan data-data yg valid sehingga nantinya benar-benar akan dapat membuktikan adanya dugaan kecurangan. Hal tersebut adalah hal yg tepat, tidak membangun opini menghina atau meremehkan pihak yang menang. Termasuk juga bukan dengan mengajukan hak angket di DPR," tandasnya.(*)