![]() |
Wakil Bupati Kebumen Zaeni Miftah didampingi Ketua Yayasan Kelenteng Kong Hwie Kiong,Henki Halim dan sesepuh Tionghoa Kebumen Sugeng Budiawan.(ft ist) |
KEBUMEN, (seputarkebumen.com)- Sabtu sore, 6 September 2025, aroma hio yang terbakar memenuhi udara di sekitar Kelenteng Kong Hwie Kiong Kebumen. Lantunan doa menandai dimulainya sebuah ritual sakral yang telah berlangsung turun-temurun: sembahyang rebutan.
Ratusan warga, baik umat Tionghoa maupun masyarakat sekitar, berkumpul untuk menyaksikan prosesi yang hanya dilakukan setahun sekali, tepat pada tanggal 15 bulan ketujuh penanggalan Imlek. Dalam tradisi ini, umat percaya bahwa gerbang neraka terbuka sehingga roh-roh yang kelaparan kembali ke dunia manusia.
“Tujuan utama sembahyang rebutan ini adalah memberi makan roh yang kelaparan, mencari berkah, dan menghormati leluhur,” jelas Henki Halim, Ketua Yayasan Kelenteng Kong Hwie Kiong.
Henki menuturkan, ritual ini tidak sekadar mengingatkan umat pada leluhur, tetapi juga menjadi pengingat pentingnya berbagi. Tahun ini, kelenteng menyalurkan 1.300 paket sembako atau setara dengan 4 ton beras untuk masyarakat di 27 RT Kelurahan Kebumen.
Dalam kepercayaan Tionghoa, roh yang tidak diurus keluarganya atau mereka yang meninggal tanpa sanak akan menderita lapar. Melalui sembahyang rebutan, umat memberikan persembahan berupa makanan, minuman, hingga pembakaran uang kertas khusus ritual.
Sugeng Budiawan, sesepuh Paguyuban Sedulur Kebumen sekaligus mantan Ketua Yayasan Kelenteng, menegaskan pentingnya makna ini.
“Kita harus tetap mengurus dan mendoakan mereka. Bahkan roh yang tidak memiliki keluarga atau yang berbeda keyakinan sekalipun, tetap layak dihormati,” ujarnya sambil didampingi putranya, Santoso Budiawan.
Di halaman kelenteng, meja-meja panjang dipenuhi sajian buah, kue, dan dupa. Setelah doa bersama, masyarakat menyaksikan prosesi pembakaran uang kertas ritual, yang dipercaya sebagai bekal bagi arwah agar kembali dengan tenang ke alamnya.
Tak hanya berhenti pada sisi spiritual, sembahyang rebutan di Kebumen juga menghadirkan wajah kepedulian. Panitia membagikan ribuan paket sembako kepada warga sekitar. Pembagian berlangsung tertib dengan sistem antre, diawasi langsung oleh panitia dan aparat.
“Semua pasti kebagian. Semoga bantuan ini benar-benar bermanfaat. Terima kasih kepada pengurus Kelenteng Kong Hwie Kiong yang terus konsisten berbagi,” ujar Zaeni di hadapan warga.
Dalam kesempatan itu, Zaeni juga menerima penjelasan dari Sugeng Budiawan mengenai filosofi pembakaran uang kertas. Menurut kepercayaan, uang itu dipersembahkan bagi arwah leluhur sebagai simbol penghormatan dan pengantaran mereka kembali ke alamnya.
Perayaan sembahyang rebutan di Kebumen menjadi bukti nyata bahwa tradisi Tionghoa tidak berjalan eksklusif, melainkan menyatu dengan kehidupan masyarakat luas. Ribuan warga lintas agama dan budaya hadir, bukan hanya untuk menerima sembako, tetapi juga untuk ikut merasakan kehangatan tradisi yang penuh nilai moral.
Di sela prosesi, sejumlah warga mengaku senang dengan pembagian sembako ini.
“Alhamdulillah dapat bantuan. Sangat bermanfaat untuk keluarga,” ungkap Siti, warga setempat, sambil menggendong anaknya.
Bagi umat Tionghoa, sembahyang rebutan bukan hanya soal keyakinan, tetapi juga tentang tanggung jawab sosial. Bagi masyarakat umum, kegiatan ini menjadi ruang perjumpaan lintas budaya yang mengajarkan solidaritas dan kebersamaan.
Dengan memadukan nilai spiritual, tradisi leluhur, dan kepedulian sosial, Kelenteng Kong Hwie Kiong Kebumen menunjukkan bahwa warisan budaya dapat menjadi jembatan harmoni dan persaudaraan di tengah masyarakat Kebumen yang majemuk.(*)