![]() |
Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (PERPAG) saat mengadakan audiensi dengan Bupati Kebumen.(ft ist) |
Dalam pertemuan tersebut, Ketua PERPAG Nanang menegaskan tuntutannya agar area non-karst (budidaya) di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Gombong dikembalikan ke fungsi semula sebagai kawasan lindung.
“Jadi tuntutan kami pengembalian kawasan bentang alam karst. Ada area yang disebut budidaya (non-karst), nah kami minta itu dikembalikan ke KBAK,” ujar Nanang.
Audiensi ini dihadiri langsung oleh Bupati Lilis Nuryani, bersama Sekretaris Daerah Edi Rianto, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sri Kuntarti, serta sejumlah pimpinan OPD terkait.
Menanggapi aspirasi tersebut, Bupati Lilis menegaskan komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan, meski keputusan final tetap berada di pemerintah pusat.
“Insya Allah kami usulkan, tetapi keputusan tetap ada di pusat. Mari kita sama-sama berdoa semoga doa kita dikabulkan,” kata Bupati.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kelestarian karst. Selain menyampaikan aspirasi, masyarakat diminta aktif mengawasi praktik pertambangan ilegal di kawasan tersebut.
“Kalau ada pertambangan skala kecil di sana, tolong sampaikan ke kami. Jadi sama-sama menjaga,” imbuhnya.
Nanang menyambut baik respons Bupati, yang dinilai konsisten mendukung upaya pelestarian karst. Ia menyebutkan bahwa Bupati Lilis berjanji segera berkoordinasi dengan Kementerian ESDM agar aspirasi masyarakat dapat ditinjau kembali.
Dalam kesempatan itu, Nanang juga mengingatkan kembali sejarah perjuangan PERPAG, termasuk keberhasilan masyarakat menolak AMDAL PT Semen Gombong beberapa tahun lalu. Meski Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Semen Gombong sudah kedaluarsa sejak 2019, keputusan Menteri ESDM yang mengizinkan pertambangan di wilayah tersebut disebut masih berlaku, sehingga tetap menjadi ancaman.
“Kalau diibaratkan, saya punya rumah, tapi di depan rumah ada tulisan ‘silakan rampok rumah saya’,” tegasnya.
Ancaman terhadap Karst Gombong semakin berat dengan adanya Undang-Undang Omnibus Law yang menyederhanakan proses AMDAL. Padahal, kawasan karst ini memiliki peran vital sebagai lumbung air.
Data PERPAG mencatat, Karst Gombong Selatan memiliki sedikitnya 32 mata air yang menopang kebutuhan puluhan ribu warga di 11 kecamatan, serta lebih dari 100 gua bawah tanah yang berfungsi sebagai “spons” alami penyimpan air.
Melalui audiensi ini, PERPAG berharap pemerintah pusat segera menetapkan kembali status Karst Gombong sebagai kawasan lindung, demi menjaga sumber kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan.(*)