Kejari Kebumen Terapkan Restorative Justice untuk Kasus Narkoba: Pendekatan Humanis Cegah Penjara Jadi Penuh


Proses pelaksanaan RJ di Pendopo Kabumian, Selasa (22/7/2025), dengan melibatkan jajaran Kejari, Pemkab Kebumen, BNN, dan sejumlah mahasiswa hukum.(ft ist) 
KEBUMEN, (seputarkebumen.com)-Kejaksaan Negeri (Kejari) Kebumen mulai menerapkan pendekatan hukum humanis melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) dalam kasus penyalahgunaan narkoba ringan. Langkah ini ditujukan untuk menekan angka warga binaan di lembaga pemasyarakatan serta menempatkan pengguna narkoba sebagai korban, bukan kriminal.

Dua tersangka, Takim (27) warga Desa Logandu dan Sahad (42) dari Desa Wonotirto, Kecamatan Karanggayam, menjadi kasus perdana yang diproses melalui skema RJ. Keduanya ditangkap Satres Narkoba Polres Kebumen karena terbukti mengonsumsi sabu-sabu dengan barang bukti di bawah 1 gram.

Proses RJ dilaksanakan di Pendopo Kabumian, Selasa (22/7/2025), dengan melibatkan jajaran Kejari, Pemkab Kebumen, BNN, dan sejumlah mahasiswa hukum. Kepala Kejari Kebumen, Endi Sulistiyo, S.H., M.H., menyatakan bahwa langkah ini sejalan dengan amanat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, yang mengedepankan rehabilitasi bagi pengguna narkoba.

“Kini, pengguna narkoba dipandang sebagai korban. Maka penyelesaiannya pun diarahkan ke rehabilitasi medis dan sosial, bukan penjara,” ujar Endi.

Ia menegaskan bahwa RJ bukanlah pembebasan tanpa syarat. Para tersangka tetap wajib menjalani rehabilitasi dengan ketentuan ketat, termasuk syarat tidak pernah terlibat tindak pidana lain dan bukan bagian dari jaringan pengedar.

“Kami sangat selektif. Meskipun syarat administratif terpenuhi, jaksa tetap menelaah lebih jauh kondisi sosial, psikologis, dan integritas pelaku,” tambahnya.

Endi menjelaskan bahwa proses RJ berjalan secara berjenjang dan diawasi langsung oleh Kejaksaan Tinggi, Jampidum, hingga Kejaksaan Agung. Tujuannya adalah menghindari potensi penyalahgunaan wewenang dan praktik transaksional.

Kasie Pidum Kejari Kebumen, Christomy Bonar, S.H., menyatakan bahwa keputusan penerapan RJ baru dapat diambil setelah semua syarat objektif dan subjektif terpenuhi sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.

“Kasus ini memenuhi kriteria: pengguna pemula, barang bukti kurang dari 1 gram, belum pernah dihukum, serta mendapat dukungan dari keluarga dan masyarakat. RJ bukan bentuk kelonggaran, melainkan upaya rehabilitatif dan preventif,” ujar Christomy.

Ia juga menambahkan, perbedaan mendasar RJ dalam perkara narkoba dan pidana umum terletak pada fokus penyelesaian. Jika dalam pidana umum syaratnya perdamaian antara pelaku dan korban, maka dalam perkara narkoba lebih kepada pemulihan kondisi pelaku.

“Pelaku penyalahgunaan narkoba kerap tak merugikan orang lain secara langsung. Oleh karena itu, RJ diarahkan pada pemulihan diri dan pengawasan sosial. Negara wajib hadir memberi kesempatan kedua kepada mereka yang ingin berubah,” tegasnya.

Penerapan RJ dalam perkara narkoba, menurutnya, hanya berlaku jika memenuhi kriteria tertentu: pengguna aktif, bukan pengedar, barang bukti digunakan sendiri, belum pernah dipidana, dan menunjukkan penyesalan serta komitmen rehabilitasi.

Kegiatan ini dihadiri oleh Bupati Kebumen Lilis Nuryani, Sekda Edi Rianto, perwakilan Polres, BNN Cilacap, serta para mahasiswa dari Fakultas Hukum Undip dan Unsoed.(*)