Ketua PWI Kebumen Angkat Bicara Kasus Dugaan Pengeroyokan Jurnalis


Acara pelantikan pengurus PWI Kebumen dan Purworejo di Pendopo Kabumian.(ft ist)
KEBUMEN, (seputarkebumen.com)- Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Kebumen Ondo Supriyanto angkat bicara soal ramainya pemberitaan seorang yang disebut sebagai jurnalis diduga mengalami pengroyokan atau penganiayaan, buntut dari pemberitaan di media online yang disebut berisi fitnah terhadap Rais Syuriah NU Kebumen Romo Kiai Afifudin Chanif Al Hasani atau Gus Afif.

Ondo memastikan pihak penulis yang disebut jurnalis itu bukan bagian dari PWI. Ia sendiri mengaku tidak kenal dan tidak tahu jurnalis tersebut yang diketahui berinisial WNH. "Saya sendiri tahu dan tidak kenal saudara WNH. Dia bukan bagian dari PWI," ucap Ondo saat dikonfirmasi, Selasa (5/11).

Ondo menyatakan, pihaknya perlu memberikan klarifikasi mengenai hal tersebut, sebab banyak orang yang bertanya kepada dirinya dan organisasinya, apakah wartawan yang tengah tersangkut persoalan hukum karena berita hoax dan fitnah itu bagian dari PWI. 

"Kenapa saya sampaikan ini, karena banyak yang bertanya apakah WNH ini bagian dari PWI. Saya katakan bukan. Saya nggak tahu itu wartawan mana. Saya pribadi nggak kenal, dan belum pernah bertemu," ucapnya.

Pada moment Pilkada ini, Ondo terus mengimbau kepada seluruh anggota PWI agar menyampaikan berita-berita yang benar, sesuai dengan fakta, dan data yang valid, serta berimbang, tidak didasarkan karena faktor kebencian, iri hati, dan segala macam, yang justru berpotensi membuat gaduh atau memecah belah masyarakat.

"Membuat berita itu niat awalnya harus bagus, yang disampaikan harus berdasarkan fakta, bukan opini, apalagi caci maki, dan fitnah. Kalau sudah didasarkan pada kebencian yang ditakutkan sudah tidak objektif lagi, tidak berimbang, dan cenderung provokatif, ini berbahaya," ujarnya.

Terlebih kata dia, sebagai jurnalis, pihaknya juga dituntut untuk menciptakan suasana masyarakat yang kondusif. Untuk itu, sekali lagi Ondo meminta kepada para anggota PWI agar tetap menjaga akal sehat. Jangan karena Pilkada ini semua menjadi terpecah belah, dan informasi yang disampaikan ke publik semakin tidak terkontrol.

"Kita sebagai wartawan harus bisa mengontrol semua informasi yang masuk ke kita, tidak sembarangan kita publis. Wartawan harus tahu ini opini, atau fakta. Kalau datanya belum lengkap dan valid jangan langsung main unggah. Harus dicek lagi, cek lagi, budayakan konfirmasi. Yang pasti jangan asal main tulis," tandasnya.

Ia mengingatkan berita hoax apalagi fitnah sangat berbahaya karena bisa memicu perpecehan atau pertikaian di masyarakat. Karena yang difitnah pasti ada yang merasa tidak terima. Apalagi jika itu menyangkut tokoh besar yang punya pengaruh di masyarakat. "Untuk itu sekali lagi saya mohon kepada wartawan PWI untuk lebih hati-hati lagi dalam menulis berita," tandasnya.

PWI sendiri merupakan organisasi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta. Tanggal tersebut juga disebut sebagai Hari Pers Nasional.

Diketahui berita adanya seorang yang disebut wartawan dipukul ramai di media sosial. Dugaan pemukulan itu terkonfirmasi karena berita hoax yang ditulis WNH. Melalui websitnya sendiri ia menulis berita dengan judul "Arif Sugianto Didaulat jadi Hadrotus Syeikh & Panglima Kyai se-Kebumen, setelah Panglima Santri."

Bupati Kebumen non aktif Arif Sugiyanto sebelumnya menyatakan berita tersebut hoax, alias tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pasalnya pemberian gelar itu tidak ada konfirmasi atau persetujuan.

"Saya sampaikan apa yang ditulis WNH itu jelas hoax. Selain tidak pernah konfirmasi ke saya, berita itu sebenarnya tidak pernah ada, kapan dan dimana acaranya? ngawur, alias mengada-ngada," ujar Arif saat dikonfirmasi, Minggu (3/11).

Arif pun sangat keberatan dengan pemberian gelar itu. Menurutnya tujuan pemberian gelar itu sebenarnya bukan untuk memuji atau menjunjung tinggi, tapi menjatuhkan alias hanya untuk mengolok-olok. Terlebih dalam berita itu WNH menulis kiai-kiai se Kebumen harus menunduk dan cium tangan jika bertemu Arif.

"Ini kan sebenarnya jelas pelecehan, tujuannya bukan untuk memuji, tapi untuk menghina dan melecehkan. Hadratussyekh itu gelar untuk pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari. Gelar yang terhormat untuk ulama alim alamah yang punya pengetahuan luas. Tidak sembarang. Sekarang logis nggak! Kalau itu diberikan kepada saya," tegasnya.

"Jadi sekali lagi pemberian gelar hadratussyekh kepada saya itu tidak ada. Itu murni karangan saudara WNH," tegasnya.

Apalagi yang mendaulat itu disebut Persatuan Kyai dan Santri Pesantren Kebumen (Pesek), yang tokohnya adalah Gus Uni. Arif sendiri mengaku tidak pernah mendengar dan mengetahui siapa itu Pesek dan Gus Uni. Belakangan diketahui di media sosial jika Gus Uni ternyata adalah WNH sendiri. 

"Jadi dia menulis sendiri, bercerita sendiri, ia naikan di websitenya sendiri seolah-olah itu fakta, padahal jelas opini hoax," jelasnya.

Hal ini kata Arif, diperparah dengan menyingung pengasuh Ponpes Al Kahfi Somalangu, yakni KH. Afifudin Chanif Al Hasani atau Gus Afif yang juga Rais Syuriah NU Kebumen. Dalam tulisan itu Gus Afif disebut sebagai ahli doktrin yang suka mengaku-mengaku keturunan Nabi.

"Ini juga yang membuat geram para santri Al Kahfi karena gurunya merasa dilecehkan dan dihina oleh WNH," terangnya.

Arif menyatakan, kalau dia benar seorang jurnalis sungguhan, pastinya tahu etika jurnalistik. Tidak sembarangan, dan serampangan. Harus chek and balance, harus ada konfirmasi, pendalaman. Ada kaidah-kaidah jurnalistik yang harus dijalankan. 

Arif pun sudah melaporkan WNH ke pihak kepolisian dalam hal ini Mapolres Kebumen atas tuduhan pencemaran nama baik dan berita hoax. Termasuk melaporkan medianya ke Dewan Pers. Soal benar atau salah, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum. Perkara ini pun sudah diteruskan ke Mabes Polri.

"Biarkan jalur hukum yang akan menjawab kebenarannya, perkara ini juga telah diteruskan ke Mabes Polri," ucapnya.(*)