Pulang Kampung, Dosen IPB Asal Kebumen Bangun Perikanan Laut Kebumen Secara Terintegrasi

 


AYAH, (seputarkebumen.com)-  Dua tim Dosen Pulang Kampung Institut Pertanian Bogor (IPB) melaksanakan kegiatan turun lapang di perkampungan nelayan Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen, (21/7). Tim pertama yang di Ketuai Prof Tri Wiji sedangkan tim kedua dibawah komando Dr Budhi Hascaryo Iskandar. Kedua tim ini masing-masing membawa program yakni dan melaksanakan program keselamatan kerja dalam membangun kapal perikanan oleh tim doktor Budhi.

Kepada Kepala Pusat Pelelangan Ikan (PPI) desa Pasir, Kepala Desa, serta perwakilan nelayan dan pedagang, Prof Tri antara lain mensosialisasikan pentingnya mengelola keuangan. Nelayan perlu membuat catatan sederhana kegiatan usahanya. Pada saat musim ikan dengan waktu 6 bulan, para nelayan dianjurkan bisa menyisihkan uangnya paling tidak untuk kebutuhan 6 bulan berikutnya. Menyisihkan uang, lanjutnya, akan lebih baik dalam bentuk investasi ternak, sawah atau pekarangan. Peluang untuk beternak dan bertani di wilayah ini masih sangat besar, sebagai alternatif mata pencaharian. 

“Nelayan desa Pasir secara umum merupakan nelayan yang telah berpikiran maju, mereka paham bahwa bekerja sebagai nelayan bersifat musiman. Ada waktu mereka bisa melaut dan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak, namun di saat lain tidak mendapatkan hasil tangkapan. Waktu produktif melaut biasanya sekitar 6 bulan. Waktu 6 bulan lainnya digunakan untuk beternak kambing ataupun sapi, ataupun juga untuk bertani di sawah dan ladang,” terang Prof Tri Wiji, Kamis (28/7/2022).

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kebumen Joni Hernawan menyambut baik kedatangan tim Dospulkam dari Departemen PSP FPIK IPB, dan siap untuk melakukan kerjasama. Konsep pemikiran maupun inovasi teknologi yang dibawa oleh Tim Dosen Pulang Kampung IPB diharapkan bisa membawa perubahan-perubahan bagi perikanan laut Kabupaten Kebumen.

“Kami selaku stakeholder berharap adanya inovasi-inovasi yang unik tetapi bisa memberikan manfaat besar bagi perikanan laut Kabupaten Kebumen, khususnya bagi kesejahteraan nelayan,” harapnya.

PPI Pasir sangat potensial untuk komoditi ikan ekspor dalam hal ini adalah ikan bawal putih. Satu kilogram ikan bawal putih berkualitas baik dengan ukuran per ekor sekitar 0,6 kg dapat mencapai harga Rp 350.000 di tingkat nelayan. Kualitas menjadi persyaratan utama untuk ikan bawal putih ini, sirip terputus sedikit sudah menjadikan harga anjlog. 

Salah satu anggota tim, Iin menyatakan pentingnya melakukan penanganan ikan dengan baik sejak dari saat melakukan operasi penangkapan ikan, di atas kapal, bongkar, pelelangan di pelabuhan dan dalam distribusi menuju pasar tujuan ekspor. Praktik tidak baik masih dilakukan, diantaranya yaitu saat penimbangan dan pelelangan ikan masih dilakukan di lantai tanpa alas.

“Fasilitas sanitasi dan hiegine untuk penanganan ikan yang baik disini masih sangat terbatas,” rinci Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB ini.


Prihatin Ika Wahyuningrum dan Dahri Iskandar yang melaksanakan kegiatan serupa di PPI Karangduwur menyampaikan, nelayan mengeluh terkait jangkauan operasi penangkapan ikan. Disampaikan Ika Wahyu, nelayan kini harus berlayar semakin jauh karena di dekat pantai sudah sulit untuk melakukan penangkapan ikan. Juga banyaknya sampah laut yang mengganggu dalam kegiatan operasi penangkapan ikan. 

“Ikan di laut dapat dideteksi keberadaannya. Teknologi telah dikembangkan di kampus IPB untuk mendeteksi keberadaan ikan di laut berdasarkan kandungan khlorofil-a dan suhu permukaan laut. Teknologi ini masih disempurnakan agar dapat mudah diakses oleh nelayan,” kata Ika.

Dahri Iskandar menyampaikan terkait dengan penggunaan teknologi yang tepat untuk menangkap ikan. Di PPI Karangduwur masih terlihat ikan ataupun lobster yang didaratkan berukuran kecil, dan dijual dengan harga yang lebih murah. Alat tangkap yang digunakan nelayan pada umumnya adalah jaring, dengan ukuran mata jaring 3,5-5 inch.

“Disini pengaturan ukuran mata jaring menjadi penting untuk menangkap, khususnya lobster dan bawal putih dengan ukuran yang sesuai standar pasar ekspor,” terang Dahri.

Prof Eko Sri Wiyono menyampaikan bahwa nelayan PPI Argopeni melakukan one day fishing di perairan sekitar Kebumen. Mereka pernah ngandon ke Palabuhanratu dan Bengkulu, tetapi praktik ngandon tidak menguntungkan. Nelayan melakukan penggantian alat tangkap harian berdasarkan informasi dari nelayan lainnya. Hasil tangkapan berubah setiap saat sehingga antisipasi usaha yang dilakukan yaitu memperbanyak alat tangkap. 

“Dalam usahanya, mereka hanya mempunyai 2 kapal tetapi dengan 6 jenis alat tangkap sebagai antisipasi melaut agar menguntungkan. Perilaku nelayan di Selatan Jawa lebih realistis dan perhitungannya lebih baik daripada nelayan di Utara Jawa, mereka tidak akan pergi melaut ketika tidak menguntungkan dan memilih melakukan pekerjaan lain seperti bertani atau beternak,” papar Prof Eko Sri Wiyono.

Prof Eko menegaskan pentingnya untuk bisa menduga waktu yang tepat sesuai dengan catatan dari pengalaman yang ada, sehingga penggantian alat tangkap bisa direncanakan dengan baik dan tidak dengan tiba-tiba yang membuat capai pikiran. 


Dr Budhi beserta tim mencatat hal-hal menarik dari hasil observasi di tiga galangan kapal yang ada di Pasir. Ciri khas galangan kapal di Pasir yaitu bisa membuat kapal di daerah perbukitan. Tiga galangan kapal yang ada memiliki keistimewaan masing-masing, yaitu khusus pemasaran lokal, khusus untuk rekognisi, dan khusus pemasaran luar pulau. Kapal perikanan buatan galangan Kabupaten Kebumen memiliki desain yang unik sehingga diminati oleh pemesan dari Tegal, Cilacap, bahkan sampai ke Bali, Mataran, Kalimantan, dan Papua. 

Namun, Dr. Budhi menyampaikan bahwa dalam pembuatan kapal ini perlu diperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja seperti penggunaan masker dan sarung tangan. Aroma tajam dari resin dapat berpengaruh terhadap pernapasan, sehingga pekerja harus hati-hati dan menggunakan alat perlindungan diri.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Lingkungan Hidup, Kelautan dan Perikanan Mochammad Ashari menyampaikan bahwa Kabupaten Kebumen memiliki potensi sumber daya ikan yang sangat besar dengan produksi mencapai 500 ton per tahun. Terdapat empat pelabuhan perikanan dengan keistimewaan masing-masing.

“Argopeni memiliki keistimewaan di sisi alat tangkap yang beragam, Karangduwur istimewa dengan komoditas ekspornya, Pasir terkenal dengan ikan segarnya, dan PPP Logending terkenal dengan kapal-kapal yang berukuran lebih besar. Nilai jual ikan di Kebumen sangat tinggi sehingga banyak nelayan dari luar Kebumen seperti Pangandaran tertarik untuk melelang di Kebumen,”urainya.

Dsisi lain, lanjut Ashari, Wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 573 sebagai lokasi penangkapan ikan di Kabupaten Kebumen akan dijadikan daerah penangkapan industri, sehingga menjadi kesempatan bagi sektor perikanan Kebumen dalam memberikan multiplier effect. Namun untuk menjadi perikanan industri memerlukan kapal yang lebih besar dengan trip yang lebih lama. 

“Ini yang sulit dilakukan karena nelayan belum termotivasi untuk melakukan trip lebih dari satu hari. Kapal berukuran kecil 1-2 GT sudah sangat banyak dan menumpuk beroperasi di wilayah perairan pantai. Berbagai upaya untuk mengalihkan nelayan ke penggunaan kapal yang lebih besar sudah dilakukan, namun belum berhasil. Selain itu pada saat musim ikan, ikan berlimpah. Nelayan sudah pandai memilih hanya ikan berharga tinggi yang diperhatikan, ikan rucah akan dibuang atau ditimbun,” pungkas Ashari. (*/Wiji)